Langsung ke konten utama

Response paper to Peacebuilding in Hinduism (Peace and Violence in Religion )


Gandhi’s teaching about non-violence and peacebuilding is truly non-violence itself. Gandhi wants us to finish with ourselves first, then we can do or spread the non-violence to others by Satyagraha, Ahimsa and Tapasya, the real values deep-rooted from Hindu’s teaching.
To facing injustice and violence repression from others, those three values consequence us for finishing ourselves first. Gandhi implies that we have to be aware for violence and repression as part of ours, so we do not need to reject it, but we need to confront and reduce it. Much violence occurs because we are usually busy for looking our enemy as different part of us. We consider that our enemy is always wrong, cruel and dangerous.
It is not for Gandhi, because our enemy is like mirror for ourselves, we can see ourselves there, in order to define that our enemy is not different from us. This perspective will make us comfortable to see that their action of non-violence and injustice is bad, so we have to give something good for solving it.
After finish with ourselves, the next our duty is about consistently spreading and doing it in our daily life. This duty will challenge us to do it without non-violence action, especially in the social and political life. Gandhi has taught us by many different types of rebellion such as negotiations, peace demonstrations, civil disobedience, and other non-violent forms of non-cooperation.
The concept of Gandhi’s rebellion is an antithesis for Hobbes’s philosophy about power. Hobbes tends to imply that politics is merely about the power, material and control of violence. Hobbes, with his Leviathan theory argues that individual as an isolated, and self contained being will be selfish, controlled by desire and greedy. Because of that, people will be animal for others; the strongest will control the whole life.
Gandhi’s philosophical and action for peacebuilding and non-violence movement will be the most powerful energy for creating a world with peace and non-violence there. Gandhi’s concept from Hinduism ethic is the answer for many critical and skeptical role of religion in peacebuilding. This teaching treats us to be wiser by looking our enemies as a part of ours, and trying to fight them by non-violent action.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

September

September Kulipat mimpi Kukantongi mantra Lihat, tak ada lagi duka Lihat, rindu kita melanglang buana Ini September Saat kita segera berangkat Memula masa singkat, meski Menyimpan geletar gelap Dan sendu tasbih para malaikat Melukis gemerlap esok Merajut dunia Melibas prahara Tak usah bersedih Sedang kesedihan pun mulai bosan Jadi teman kecil kita Mari sulut semangat Biar berkilat semua karat Dan benderang semua pekat Untuk Bunga Kutulis puisi untukmu Agar terketuk segala pintu Dan terbuka segala rahasia Kita benar-benar berbeda Meski Waktu selalu saja cemburu Dengan diam yang kita bicarakan Dengan cerita yang kita bisukan Untuk Bunga Engkaulah penanda baru Pada setiap jejak yang kubuat Untuk memintal ruang waktu Meski jauh menjadi karib Meski koma menjelma titik Demi Waktu Demi Waktu Manusia selalu berada dalam kerugian Demi Waktu Manusia tempat segala kesalahan Demi Waktu Manusia-lah kekasi...

Hybrid Cyborg

Dari jendela bertirai krem, nampak jajaran apartemen mahasiswa blok 20-23. Aku sendiri tinggal di Blok 24, lantai 2. Sudah sebulan ternyata, aku menghuni kamar ini. Jejeran blok didepan, itu yang menjadi santap pandang sehari-hari. Disertai tingkah polah para penghuninya, dari lapangan basket, kantin, taman, shared room, dan tempat barbeque-an. Hidup sudah mulai terasa normal, meskipun kadang-kadang masih tetap kesulitan mengatur jadwal hidup. Setelah 2 minggu terakhir, workshop kami tentang pembuatan abstrak sudah selesai. Hasilnya sudah dikirim ke Jonathan, pegawai dan koordinator pengumpulan naskah di ARI. Workshop ini masih belum terlalu melelahkan, karena dulu kami sudah diminta mengirimkan sebelum berangkat ke singapura. Tinggal bimbingan dan koreksi dari Dr. Kay Mohlmann, pembimbing  academic writing  kami yang super baik, super sabar dan super bersahabat. Kami beruntung bisa dibimbing beliau, karena kata beliau sendiri, inilah tahun terakhir beliau tinggal di Sing...

Malaysia, the second

Mendarat di KLIA (Kuala Lumpur International Airport), segera saja mata kami semua disambut dengan jejeran pesawat Malaysia Airlines (MAS) dan Airasia, dua pesawat kebanggaan orang Malaysia. Sebelumnya, ketika bersiap-siap mendarat, hanya sawit dan sawit yang menjadi pandangan kami. Memang, Malaysia sedang bergiat memacu penanaman sawit, agar bisa menyaingi Indonesia, sang pemimpin nomer satu produksi sawit sedunia. Menjejakkan kaki di KLIA ini, adalah kesempatan keduaku menjejak negeri jiran ini. Mei atau Juni kemarin, aku sudah sempat masuk ke negara ini, meski hanya di Johor Bahru, negara bagian yang berbatasan langsung dengan Singapura. Artinya, Pasporku pun sudah dua kali di stempel oleh negara serumpun kita ini, hehe. Seperti sudah pernah kutulis, bandara internasional adalah wajah pertama yang akan menyambut anda di suatu negara. Ia bisa jadi cerminan baik dan buruknya pelayanan di sebuah negara. Pada kondisi ini, Indonesia mesti mengakui kualitas pelayanan yang lebih b...