Langsung ke konten utama

Response paper to Religious community and Peacebuilding (Peace and Violence in Religion )


Religious community has important role for Peacebuilding because of the power of their understanding about non-violence teaching and location in the whole world and teaching that contain much violence from the understandings until practices of religious teaching they do.
The power of understanding non-violence religious teaching can be traced from the text or tradition they have. I do believe that there is no violence teaching which would be basis of violence action. For instance, Islam understands Jihad more as an internal struggle from our own desire (in Arabic word: nafs), not for killing each other. When Islam command us for killing, it must be a reaction for the injustice condition we get from the other, and still that it is a final action, not a first reaction. This teaching can manifest in the tradition of the history of Islamic community when they always do non-violence as first choice and do violence of the last choice.
The location of religious community also contributes to the importance of religious community’s role. This location as defined by Heather Dubois on Religion and Peacebuilding plays in the two areas: first is in the religious teaching itself, second is from the geographic place. The religious actor has a special access for their teaching of religion, such as official understanding, ritual or community’s segregation. We have to realize when we believe that religious violence arises from the understanding of religious teaching so the most important solution must emerge from the value of religion itself. It is impossible to use another word from another “location” as a source for resolving this problem. Religious beliefs and understanding must be encountered by other religious of that itself, because actually religion always gives the basis of truth and belief.
Geographic location can be seen as the advantage of religious community because many religions have spread on most of areas in the whole world. It is potential chance for spreading the von-violence action. This will ease the efforts of peacebuilding by three categories: in internal religious actor who has same religion, in building relationship between two different religions, and the last is between religious community and other group of society or state.
Although the terminology of peacebuilding is still debatable between scholars, peacebuilding is more important to be a practical things then academic debates. The religious community as one of the group of society which is more related to violence must take place for especially resolving non-violence based on understanding of religious teaching. Based on my limited understanding about many papers, we will never doubt that religious actor or community can play the important role of peacebuilding.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Watak Pengecut

Ini sekedar renungan singkat, jangan terlalu diambil hati, tapi tetep boleh dikomentari. Dalam sebuah atau bahkan tiap-tiap forum, mengapa orang Indonesia cenderung suka duduk di belakang daripada di depan? Ada 3 jawaban menurutku.  Pertama, kita memang bangsa yang sopan, sehingga cenderung malu dan merasa tidak pantas untuk duduk di depan daripada orang lain. Kedua, kita ini bangsa yang minderan, merasa diri tidak pantas karena kita memang kurang begitu yakin dengan kemampuan kita sendiri, sehingga kita merasa malu untuk duduk didepan. Ketiga, kita ini bangsa pengecut, tidak pernah mau berdiri didepan, cermin ketidakberanian menjadi pemimpin, mental inlander (terjajah), sehingga kita merasa tidak mampu dan tidak bakalan mau. Takut untuk gagal, tetapi senengnya minta ampun kalau mengejek mereka-mereka yang gagal ketika berada didepan, tetapi ketika disuruh kedepan sendiri tidak mau. Saya sendiri cenderung memilih nomer 3. Cenderung skeptis memang, tapi apa mau ...

NU sebagai Identitas kultural : Sebuah perspektif pribadi*

Oleh : Azzam Anwar* 31 Januari 2012 nanti, NU akan genap berumur 86 tahun. Sebuah penggalan waktu yang amat sangat lama. Berbagai lintasan sejarah entah itu kelam ataupun terang telah membuat NU semakin kokoh eksistensi dan semangatnya. Tidak dipungkiri, NU telah sedemikian lama mewarnai perjalanan sejarah ini, dari setiap masa ke masa, menjadi fenomena yang nyata hadir dan memberi kontribusi entah negatif entah positif bagi kita semua. Sebagai sebuah fenomena, NU tentu saja amat sangat luas untuk sekedar diteropong dengan tulisan singkat ini, tapi itu semua niscaya untuk dilakukan. Tulisan ini adalah refleksi pribadi seorang anak muda yang berusaha memahami eksistensi dirinya dengan menjadikan NU sebagai cermin besar pusat refleksi itu sendiri. Sebagai sebuah refleksi, tentu saja ia harus dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan jujur dan apa adanya yang muncul dari skema konstruk dan pengalaman pribadi penulis selama bergulat dengan dunia ke-NU-an. NU sebagai sebuah pengalaman pribad...

Semua itu bernama : Kesempatan...

Di depanku, duduk mencangkung dua sahabat lama yang saling berbicara seru berdua tentang cerita lama mereka. Jadi pendengar setia, aku ikut tersenyum simpul dan kadang tertawa. Cerita yang seru. Karena, inilah realitas yang mungkin tidak pernah atau jarang ku temui dimanapun. Dua sahabat lama itu bercerita tentang nostalgia mereka berdua ketika masih sama-sama kuliah S1 dulu. Satu hal yang tidak aku percayai, dua orang sahabat ini dulunya adalah teman sekampus, kakak adik angkatan. Tetapi, dua orang ini berbeda dalam perjalanan kedepan. Satu orang melanjutkan kuliah S2, satunya lagi menikah dan bergelut dengan realitas nyata hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Kesan yang aku tangkap, meskipun pembicaraan dua orang itu tidak mempunyai kesamaan perbincangan, tetapi ada satu hal yang mereka sepakati : Kesempatan. Yang sudah menikah mengatakan bahwa teman yang bisa lanjut S2 ini beruntung sekali. Hitung-hitungannya bukan sekedar ekonomis dan edukasi lagi, t...