Di depanku, duduk
mencangkung dua sahabat lama yang saling berbicara seru berdua tentang
cerita lama mereka. Jadi pendengar setia, aku ikut tersenyum simpul dan
kadang tertawa. Cerita yang seru. Karena, inilah realitas yang mungkin
tidak pernah atau jarang ku temui dimanapun. Dua sahabat lama itu
bercerita tentang nostalgia mereka berdua ketika masih sama-sama kuliah
S1 dulu.
Satu hal yang tidak aku percayai, dua orang sahabat ini dulunya adalah teman sekampus, kakak adik angkatan. Tetapi, dua orang ini berbeda dalam perjalanan kedepan. Satu orang melanjutkan kuliah S2, satunya lagi menikah dan bergelut dengan realitas nyata hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Kesan yang aku tangkap, meskipun pembicaraan dua orang itu tidak mempunyai kesamaan perbincangan, tetapi ada satu hal yang mereka sepakati : Kesempatan.
Yang sudah menikah mengatakan bahwa teman yang bisa lanjut S2 ini beruntung sekali. Hitung-hitungannya bukan sekedar ekonomis dan edukasi lagi, tetapi bagaimana ia merasa bahwa pernikahan yang ia jalani sekarang ini terasa membelenggunya, tidak memberikan kebebasan sebagaimana teman yang lanjut S2 dan masih single itu. Pada sisi lain, teman yang lanjut S2 ini juga memuji keberanian temannya untuk nikah muda dan jantan menghadapi realitas hidup. Jujur ia mengakui bahwa ia tidaklah seberani temannya itu, ia memilih untuk memantapkan diri, menunggu keberaniannya datang, menemukan momen yang tepat dan kemudian berani bertindak sebagaimana temannya itu, untuk menikah.
Nostalgia itu kemudian diakhiri dengan senyum arif dan canda kepuasan antara dua kawan yang lama tidak berjumpa itu. Perpisahan mereka berdua membuatku memberiku pengajaran penting, setiap manusia punya kesempatan yang bisa ia pilih menjadi jalan hidupnya. Banyak orang bilang, hidup adalah pilihan, tetapi sebenarnya kita mengerti bahwa diantara sekian pilihan itu berakar dari satu peluang saja. Mau menikah, mau kuliah, mau jadi orang baik, mau jadi penjahat, itu semua bergantung pada pilihan yang didasarkan pada kesempatan yang anda punya.
Tuhan menyediakan kesempatan-kesempatan itu. Ada hukum probabilitas yang menjadi konsekuensi, apakah anda akan mendapatkan itu atau tidak, apakah anda akan bahagia dengan itu atau tidak. Kita sering menyebut probabilitas itu sebagai resiko atau imbal balik dari pilihan kita itu. Lucunya, banyak orang yang kemudian berusaha menghindari resiko dengan tidak mengambil keputusan apapun. Menurut hemat saya, itu keputusan yang fatal. Diam dan tidak mengambil keputusan itu hakekatnya juga sebuah keputusan yang akan punya implikasi di belakang. Ini memang terlihat seperti hukum kausalitas, bahwa apapun keputusan dan pilihan anda, akan ada konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti.
Karena itu, bukan masalah apa yang menjadi pilihan, tapi seberapa besar keberanian dan tekad yang kita punya untuk menjalaninya. Jika kita menyadari resiko-resiko itu semua sebagai hal yang rasional, maka sudah sepantasnya bagi kita untuk memperhitungkan baik-baik setiap pilihan yang akan kita ambil. Ada moralitas yang harus kita pertimbangkan, apakah ini akan menjadi sesuatu yang baik atau buruk, berguna atau tidak di masa depan.
Kesempatan adalah hak paten yang dipunyai manusia. "Kesempatan" memberikan kita pilihan-pilihan yang muncul sebagai konsekuensi nalar dan personal. Pilihan-pilihan itu memberikan konsekuensi logis untuk kehidupan kita. Seharusnya, tidak ada penyesalan, tidak ada apologi untuk semua yang sudah kita pilih. Karena semua itu berasal dari satu kata yang kita punya : Kesempatan...
Satu hal yang tidak aku percayai, dua orang sahabat ini dulunya adalah teman sekampus, kakak adik angkatan. Tetapi, dua orang ini berbeda dalam perjalanan kedepan. Satu orang melanjutkan kuliah S2, satunya lagi menikah dan bergelut dengan realitas nyata hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Kesan yang aku tangkap, meskipun pembicaraan dua orang itu tidak mempunyai kesamaan perbincangan, tetapi ada satu hal yang mereka sepakati : Kesempatan.
Yang sudah menikah mengatakan bahwa teman yang bisa lanjut S2 ini beruntung sekali. Hitung-hitungannya bukan sekedar ekonomis dan edukasi lagi, tetapi bagaimana ia merasa bahwa pernikahan yang ia jalani sekarang ini terasa membelenggunya, tidak memberikan kebebasan sebagaimana teman yang lanjut S2 dan masih single itu. Pada sisi lain, teman yang lanjut S2 ini juga memuji keberanian temannya untuk nikah muda dan jantan menghadapi realitas hidup. Jujur ia mengakui bahwa ia tidaklah seberani temannya itu, ia memilih untuk memantapkan diri, menunggu keberaniannya datang, menemukan momen yang tepat dan kemudian berani bertindak sebagaimana temannya itu, untuk menikah.
Nostalgia itu kemudian diakhiri dengan senyum arif dan canda kepuasan antara dua kawan yang lama tidak berjumpa itu. Perpisahan mereka berdua membuatku memberiku pengajaran penting, setiap manusia punya kesempatan yang bisa ia pilih menjadi jalan hidupnya. Banyak orang bilang, hidup adalah pilihan, tetapi sebenarnya kita mengerti bahwa diantara sekian pilihan itu berakar dari satu peluang saja. Mau menikah, mau kuliah, mau jadi orang baik, mau jadi penjahat, itu semua bergantung pada pilihan yang didasarkan pada kesempatan yang anda punya.
Tuhan menyediakan kesempatan-kesempatan itu. Ada hukum probabilitas yang menjadi konsekuensi, apakah anda akan mendapatkan itu atau tidak, apakah anda akan bahagia dengan itu atau tidak. Kita sering menyebut probabilitas itu sebagai resiko atau imbal balik dari pilihan kita itu. Lucunya, banyak orang yang kemudian berusaha menghindari resiko dengan tidak mengambil keputusan apapun. Menurut hemat saya, itu keputusan yang fatal. Diam dan tidak mengambil keputusan itu hakekatnya juga sebuah keputusan yang akan punya implikasi di belakang. Ini memang terlihat seperti hukum kausalitas, bahwa apapun keputusan dan pilihan anda, akan ada konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti.
Karena itu, bukan masalah apa yang menjadi pilihan, tapi seberapa besar keberanian dan tekad yang kita punya untuk menjalaninya. Jika kita menyadari resiko-resiko itu semua sebagai hal yang rasional, maka sudah sepantasnya bagi kita untuk memperhitungkan baik-baik setiap pilihan yang akan kita ambil. Ada moralitas yang harus kita pertimbangkan, apakah ini akan menjadi sesuatu yang baik atau buruk, berguna atau tidak di masa depan.
Kesempatan adalah hak paten yang dipunyai manusia. "Kesempatan" memberikan kita pilihan-pilihan yang muncul sebagai konsekuensi nalar dan personal. Pilihan-pilihan itu memberikan konsekuensi logis untuk kehidupan kita. Seharusnya, tidak ada penyesalan, tidak ada apologi untuk semua yang sudah kita pilih. Karena semua itu berasal dari satu kata yang kita punya : Kesempatan...
Komentar
Posting Komentar
Thanks for your comment. God bless you always. :)