when I was young.. haha. |
Bapakku yang tidak punya
persediaan nama, menamaiku cukup singkat, Masduki, dengan “K” bukan dengan “Q”.
Ketika acara 7 hari penamaanku, Pak Kiai yang mengumumkan namaku mengernyitkan
dahi mendengar nama yang disampaikan Bapak, kemudian beliau berpikir singkat
dan tiba-tiba menambahkan nama “Anwar” didepan nama dari Bapakku. Bapakku
setuju, jadilah nama yang diumumkan di khalayak tahlilan itu menjadi Anwar
Masduki, nama resmi dan asliku di Ijazah sampai sekarang.
Aku tumbuh dan besar di
lingkungan kampung kecil dan terpencil di pinggiran Cilacap sana. Bapakku Guru
Swasta MI, yang tidak sempat jadi PNS meskipun lulusan PGA. Bapakku malas untuk
mengurusi administrasi yang berbelit-belit dulunya. Untung bapak dapat warisan sawah
dan pekarangan dari kakek yang bisa dipergunakan buat mencukupi kebutuhan
keluarga. Ekonomi keluargaku terbantu dengan jiwa dagang simbokku yang pernah
menjadi pembuat dan penjual tempe, jualan soto dan gorengan musiman (terutama
kalau agustusan dan bulan puasa), dan terakhir beliau pindah haluan jualan baju
kecil-kecilan di Pasar. Sampai sekarang, simbokku ini masih setia berjualan,
tiap hari berangkat ke Pasar yang berbeda-beda, diantarkan oleh Bapak yang
sekarang sudah pensiun mengajar.
Secara ekonomi, bisa dibilang
keluargaku berkecukupan, meskipun tidak berlebih. Kakakku yang pertama,
perempuan, dia diasuh oleh eyang kami sejak kecil. Meskipun rumah kami
bersebelahan, tapi kakakku pertama ini jarang banget kerumah kami. Maka jadilah
aku dan masku, meskipun kami berjarak 2 tahun, seperti anak kembar, karena kami
sama-sama cowok dan perawakan kami juga tidak jauh beda, hanya mua saja yang
berbeda. Aku masih selalu ingat, sampai kami berdua dari kecil sampai kelas 5
dan 6 MI, baju lebaran yang kami pakai selalu sama, baik dari motif, warna dan
ukurannya hehe.
Namanya 2 anak cowok, tiap hari
kerja kami berdua ya berkelahi, dan aku pasti yang kalah. Kalau kalah, yo
nangis dan ngambek hehehe. Perkelahian kami baru berhenti ketika maskumasuk
Aliyah dan mesantren di Kesugihan, kecamatan timur Kota Cilacap. Aku menyusul
setahun kemudian, juga kembali bareng masku, bareng satu kamar di pondok yang
sama, PP Al Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap, asuhan Romo KH. Chasbullah Badawi
yang biasa kami panggil dengan sebutan “Romo Khas”.
Aku bersekolah MI Al Falah,
ditempat bapakku ngajar, berjarak kira-kira 1 km dari rumahku. Lulus tahun
1998, pendidikanku kemudian aku lanjutkan ke MTsN Kawunganten, lulus tahun
2001. MTs-ku ini berjarak sekitar 9 km dari rumahku. Tiap hari aku dan
teman-teman serombonganku naik sepeda ontel. Hujan dan panas sudah menjadi
kawan akrab selama 3 tahun bersekolah disana. Banyak ceritera-ceritera yang tak
bisa kulupakan, dari yang lucu, sedih sampai bahagia. Lulus 2001, aku segera
menyusul mas-ku, bersama mbak-ku untuk mondok di Kesugihan.
Bersekolah sambil mondok di
Kesugihan itu banyak gak disiplinnya ternyata. Aku masuk di MA Minat, sekolah
yang tepat ada didepan pintu masuk mondok. Sekolahku ini cowok semua sebab
ceweknya dipisah jauh di pondok putri, dan belajarnya masih mayoritas diisi
kitab kuning dan hafalan nadhom dari Nahwu shorof sampai faroidl. Dari manthiq
sampai Balaghoh. Sayangnya, bagusnya materi itu gak diimbangi dengan manajemen
sekolah yang bagus. Jadilah sekolahku ini jadi sekolah bergaya diniyah. Kami
para siswa jarang sekali memakai seragam sekolah nasional, tapi lebih sering
bersarung dan ber-theklek ria. Sambil mendekap kitab-kitab kuning yang
tebal-tebal, lengkaplah kami seperti santri, bukan siswa yang bersekolah formal.
3 tahun aku habiskan disana.
Masa-masa sekolah Aliyah yang paling indah dengan teman cowok semua. Menjadi
anggota OSIS, PKS dan Pramuka secara berbarengan. Ngelayap dan main PS
diam-diam agar gak ketahuan sama Keamanan. Pernah juga ditakzir bareng, disuruh
tawaf keliling Aula Pondok sambil dikalungi Panci dan Ketel gara-gara ketahuan
nonton Serie-A di warung Muslim, yang dilarang aturan pondok. Masak nasi
bareng-bareng, main bola bareng di lapangan PJKA, mencandai pak mastur penjaga
perpus yang murah senyum, berebut baca Koran Suara Merdeka di Sekretariat
Pusat, antri kamar mandi, dan khataman bareng ketika Haul. Semua terasa indah
untuk dikenang.
Dan disana pula, aku kemudian
menambahkan namaku sendiri. Adalah kebiasaan yang jamak terjadi, ketika kami
khataman juz ‘amma bil ghoib atau al qur’an bin nadlor, untuk menambahi nama di
belakang nama kami. Nama itu biasa kami ambil dari nama bapak, asal atau
tokoh-tokoh tenar dunia muslim. Aku sejak khataman pertama (Juz ‘Amma Bil
Ghoib) sudah memilih untuk menambahkan nama tengah bapakku, zamroni. Karena di
bahasa arabkan, jadinya Azzamroni. Jadilah nama lengkapku ketika dipanggil naik
ke panggung utama menjadi Anwar Masduki Azzamroni.
Selepas Aliyah tahun 2004, aku
meneruskan kuliah di UNDAR Jombang dengan satu orang teman. Aku yang hobi ikut
organisasi kemudian bertekad untuk mengenalkan diri dengan nama Azzam,
panggilan singkat dari nama Azzamroni itu. Ada alasan khusus, bahwa aku
mengubah nama panggilanku agar ada spirit baru yang terus memacuku untuk
berubah, berubah menjadi lebih baik dari kemarin. Maka jadilah kemudian,
teman-teman kampus dan semua orang, selain dirumah dan pondokku yang memanggil
Azzam. Dan itu berlaku sampai sekarang.
6 tahun aku habiskan waktuku di
Jombang, kuliah selama 4 tahun. Aktif di pergerakan selama setahun, dan
kemudian mondok setahun untuk merampungkan ngajiku. April 2010, aku pindah ke
kampong inggris Pare untuk belajar bahasa inggris, demi cita-citaku untuk
lanjut belajar S2 di UGM, jurusan CRCS alias Center for Religious and Cross-cultural
Studies alias Agama dan Lintas Budaya. Target awalku Cuma 3 bulan saja di Pare,
tapi karena masih merasa kurang, aku kemudian memperpanjang masa belajarku
sampai tahun 2011, tepatnya sampai Februari 2011.
Sepulang dari Pare, barulah aku
mengepak barang di Jombang, dan pulang ke Cilacap, meninggalkan kenangan yang
tak ternilai harganya disana. 2 bulan dirumah, segera kukemasi barang lagi dan
pindah ke Jogja. April 2011 aku resmi pindah ke Jogja, kembali ke pesantren dan
mendaftar kuliah di CRCS UGM. Setelah seleksi dan wawancara, secara resmi aku
dinyatakan diterima di CRCS UGM pada Juli 2011. Agustus kami pun mulai
mengikuti training Academic English Class selama sebulan penuh dibimbing dua
orang bule dari USA, Miss Nicole Laux dan Zoe Mc Laughlin. Agustus itu pula aku
dianugerahi Tuhan sehingga lolos beasiswa CRCS, lumayan gratis SPP selama 2
semester awal. Dan sampai sekarang, aku menetap di Jogja, nyantri dan ngajar di
PP Aswaja Nusantara Mlangi, ngajar English Grammar di Global English Institute
sambil kuliah di CRCS UGM.
Komentar
Posting Komentar
Thanks for your comment. God bless you always. :)