Langsung ke konten utama

Between religion and identity


My first question about relationship among religion, state and also civil society rose when there are many debates how to find the harmony among them. This conclusion accuses that historically we realize that there is a tight relationship among religion, state and civil society. We never found the rising one country without relating it to religion or specifically religious society. The obvious example is the first embodiment of USA. It was clearly stated that USA is always under one understanding about the rule of God there through the “In God We Trust” clause in the Pledge of Allegiance. It may happen only when there is a tight relationship among state, religion and society. Historically speaking, there is no denying about the role of religion or religious society in the world.

Based on that conclusion, the conflict between religious society and state is more about the need of defending the identity. The study of migration wave in Europe and America has triggered many worries about the erosion of their identity, the American or European identity. Huntington pictured it clearly that religious diversity which came from Hispanic immigration eroded the Anglo-protestant culture.[1] as Well as Huntington, Fallacy also sees that Muslim immigration in Europe has threatened the identity of European.[2] Those conclusions lead the to the anxiety that religious communities always bring their agenda for changing the reality based on their understanding about the ideal reality.

Without excluding the problem within religion itself, we should worry that the big picture about conflict among religion, state and society has moved from its problem’s root. The issue has moved from identity to the secular and religious things, although we realize that there is no clear separation between religion and state’s role in reality. This is very annoying because we believe and realize that democracy and civil society always give the equality for every people and community that there is no exclusive treatment for some. The anxiety has already generated much discrimination in the society.


[1] Banchoff, Thomas. Introduction, Page 4.
[2] Ibid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

September

September Kulipat mimpi Kukantongi mantra Lihat, tak ada lagi duka Lihat, rindu kita melanglang buana Ini September Saat kita segera berangkat Memula masa singkat, meski Menyimpan geletar gelap Dan sendu tasbih para malaikat Melukis gemerlap esok Merajut dunia Melibas prahara Tak usah bersedih Sedang kesedihan pun mulai bosan Jadi teman kecil kita Mari sulut semangat Biar berkilat semua karat Dan benderang semua pekat Untuk Bunga Kutulis puisi untukmu Agar terketuk segala pintu Dan terbuka segala rahasia Kita benar-benar berbeda Meski Waktu selalu saja cemburu Dengan diam yang kita bicarakan Dengan cerita yang kita bisukan Untuk Bunga Engkaulah penanda baru Pada setiap jejak yang kubuat Untuk memintal ruang waktu Meski jauh menjadi karib Meski koma menjelma titik Demi Waktu Demi Waktu Manusia selalu berada dalam kerugian Demi Waktu Manusia tempat segala kesalahan Demi Waktu Manusia-lah kekasi...

Watak Pengecut

Ini sekedar renungan singkat, jangan terlalu diambil hati, tapi tetep boleh dikomentari. Dalam sebuah atau bahkan tiap-tiap forum, mengapa orang Indonesia cenderung suka duduk di belakang daripada di depan? Ada 3 jawaban menurutku.  Pertama, kita memang bangsa yang sopan, sehingga cenderung malu dan merasa tidak pantas untuk duduk di depan daripada orang lain. Kedua, kita ini bangsa yang minderan, merasa diri tidak pantas karena kita memang kurang begitu yakin dengan kemampuan kita sendiri, sehingga kita merasa malu untuk duduk didepan. Ketiga, kita ini bangsa pengecut, tidak pernah mau berdiri didepan, cermin ketidakberanian menjadi pemimpin, mental inlander (terjajah), sehingga kita merasa tidak mampu dan tidak bakalan mau. Takut untuk gagal, tetapi senengnya minta ampun kalau mengejek mereka-mereka yang gagal ketika berada didepan, tetapi ketika disuruh kedepan sendiri tidak mau. Saya sendiri cenderung memilih nomer 3. Cenderung skeptis memang, tapi apa mau ...

Perpindahan dan Kesetiaan

Ckckck, hampir mau 2 tahun blog ini mangkrak. Migrasinya blogger ke google membuatku sulit untuk sign in di blogger, karena pasti akan selalu masuk ke akun gmail-ku, sementara aku sendiri membuat blog ini dari akun yahoo. Sempat membuat 2 blog sekoci, namun tidak tertolong dan sekalian dihapus. Baru beberapa hari kemarin, ketemu teman sesama blogger yang mengatakan bahwa dobel akun di blogger itu bisa saja digabung atau diganti email utamanya. Tertarik dengan info tersebut, aku segera googling terkait hal tersebut, dan voilaaa... akhirnya bisa juga mengganti email utama blog ini dengan akun gmailku, tidak lagi menggunakan akun yahoo. Untuk sekarang ini, aku memang jelas-jelas sudah berpindah email ke gmail, tidak lagi akti menggunakan yahoo. Sebenarnya sih bisa saja tetap mengoperasikan keduanya, namun menurut pikiranku, akan lebih baik jika menggunakan satu email saja. Meninggalkan yang lama demi menggunakan yang baru rasanya sudah menjadi hal yang baisa dan wajar-wajar sa...