Langsung ke konten utama

Disorder as the result of the fragmentation process


Response paper to Religion and Identity
Order and Disorder in Global System

Name   : Anwar Masduki Azzam
Class    : CRCS 2012

At the first time, this article has attracted me strongly with its prelude that our era is “an era of disorder” (p. 233). It automatically brings me into the perspective that there is different view between now and past, today and yesterday. I would like to say that this article tends to differ and compare the reality. After reading into the conclusion, I see that this article truly emphasizes the disorder as a result of the process of fragmentation (p. 252).

The conclusion above actually can answer my first question about what disorder we have already had recently, and why this disorder seems different from the past. However, using the second question as the main point, I think that this article has not given me a comprehensive understanding about the reality we have today. I would argue that the process of disorder is not only the example of fragmentation today. Fragmentation has also occurred in the past which is actually not quite different. 

For instance, I really agree that modernity produces the new identity of people to be more plural and complex. However, I think the concept of modernity in this article tends to simplify the word of modernity only as a result of modernization in Europe, as clearly this article says it as the effort of centralization. If the meaning of modernization is only monopolized by the history of western people which particularly refers to the history renaissance and aufklarung, the industrial revolution and democratic state, we can see that there is a problem of understanding the meaning of modernization itself.

Finally, I think the modernization process is not only a particular phenomenon in our reality. As a human being, we have experienced modernity along with our daily life. Modernization is our history itself, not a monopolistic idea from western people history. If we can understand this, so we cannot say that the fragmentation is merely starting when there is an effort to centralize people to “western” things. And so does the disorder process, we can understand that the disorder process also occurs in the past.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Watak Pengecut

Ini sekedar renungan singkat, jangan terlalu diambil hati, tapi tetep boleh dikomentari. Dalam sebuah atau bahkan tiap-tiap forum, mengapa orang Indonesia cenderung suka duduk di belakang daripada di depan? Ada 3 jawaban menurutku.  Pertama, kita memang bangsa yang sopan, sehingga cenderung malu dan merasa tidak pantas untuk duduk di depan daripada orang lain. Kedua, kita ini bangsa yang minderan, merasa diri tidak pantas karena kita memang kurang begitu yakin dengan kemampuan kita sendiri, sehingga kita merasa malu untuk duduk didepan. Ketiga, kita ini bangsa pengecut, tidak pernah mau berdiri didepan, cermin ketidakberanian menjadi pemimpin, mental inlander (terjajah), sehingga kita merasa tidak mampu dan tidak bakalan mau. Takut untuk gagal, tetapi senengnya minta ampun kalau mengejek mereka-mereka yang gagal ketika berada didepan, tetapi ketika disuruh kedepan sendiri tidak mau. Saya sendiri cenderung memilih nomer 3. Cenderung skeptis memang, tapi apa mau ...

NU sebagai Identitas kultural : Sebuah perspektif pribadi*

Oleh : Azzam Anwar* 31 Januari 2012 nanti, NU akan genap berumur 86 tahun. Sebuah penggalan waktu yang amat sangat lama. Berbagai lintasan sejarah entah itu kelam ataupun terang telah membuat NU semakin kokoh eksistensi dan semangatnya. Tidak dipungkiri, NU telah sedemikian lama mewarnai perjalanan sejarah ini, dari setiap masa ke masa, menjadi fenomena yang nyata hadir dan memberi kontribusi entah negatif entah positif bagi kita semua. Sebagai sebuah fenomena, NU tentu saja amat sangat luas untuk sekedar diteropong dengan tulisan singkat ini, tapi itu semua niscaya untuk dilakukan. Tulisan ini adalah refleksi pribadi seorang anak muda yang berusaha memahami eksistensi dirinya dengan menjadikan NU sebagai cermin besar pusat refleksi itu sendiri. Sebagai sebuah refleksi, tentu saja ia harus dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan jujur dan apa adanya yang muncul dari skema konstruk dan pengalaman pribadi penulis selama bergulat dengan dunia ke-NU-an. NU sebagai sebuah pengalaman pribad...

Semua itu bernama : Kesempatan...

Di depanku, duduk mencangkung dua sahabat lama yang saling berbicara seru berdua tentang cerita lama mereka. Jadi pendengar setia, aku ikut tersenyum simpul dan kadang tertawa. Cerita yang seru. Karena, inilah realitas yang mungkin tidak pernah atau jarang ku temui dimanapun. Dua sahabat lama itu bercerita tentang nostalgia mereka berdua ketika masih sama-sama kuliah S1 dulu. Satu hal yang tidak aku percayai, dua orang sahabat ini dulunya adalah teman sekampus, kakak adik angkatan. Tetapi, dua orang ini berbeda dalam perjalanan kedepan. Satu orang melanjutkan kuliah S2, satunya lagi menikah dan bergelut dengan realitas nyata hidup berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Kesan yang aku tangkap, meskipun pembicaraan dua orang itu tidak mempunyai kesamaan perbincangan, tetapi ada satu hal yang mereka sepakati : Kesempatan. Yang sudah menikah mengatakan bahwa teman yang bisa lanjut S2 ini beruntung sekali. Hitung-hitungannya bukan sekedar ekonomis dan edukasi lagi, t...