Langsung ke konten utama

Deram Senja


Deram Senja
Deram senja ini
mendorongku lena
dari sepi sunyi
lorong matahari

liang-liung makna
meliuki padang jiwa
dan satire yang kita buat sore ini
semakin pahit
untuk kita rasa

lelap gelap tidurkan mata
tapi tidak detak jantungmu
yang senantiasa resah
berisi mimpi dan luka

; deram senjaku
menderu ragu

Megatruh
O, Indonesiaku
dengarlah rindu ini merimba
mencari jejak-jejak fana
yang kabur
diterpa sendu angin selatan
kering tanpa rupa
garing tanpa rasa

dimana mesti kutorehkan?
segala harap dan igauan tidurku
mengharap kebaikan zaman
segera memihak kita
menjaya dan 

O, Indonesiaku
O, Indonesiaku


Padang Mantra
masih kupeluk erat-erat
sebungkus mimpi yang kubeli
tadi pagi
di gegap riuh boulevard kata
sumpah mati
terasa mulutku menjadi gagap
terasa lidahku menjadi pengap
terasa kerongkonganku menjadi cekat
tiba-tiba
selaksa mantra mengalir lancar
mengiris penuh warna
meluncuri palung-palung hati
dan gegunung rimba belantara
dan kudengar sebuah suara :
"Tuhan, bilakah ini menjadi surga
tempat semayam para dewata"
gegapku menggempita
ruhku mengajak sirna
dalam rengkuh kata-hati
di pinggir aksara tua
tunjukkanku niscaya
padang mantra


Balada Kita
denganmu aku bertahta
"tidak, tidak dan tidak"
bantahku ngilu
kau masih menyayangiku
tanpa tahu bahasa cinta
malaikat sore membagikanku takjil
ingatkanku akan gelap pekat sayap-sayapmu
yang telah kau putuskan
demi jilid baru bernama :
kehidupan

Bila
sudah lama
kurapati harapan-harapan
kurekati doa
kukemasi aksi
kuberi jiwa
kukemas penuh warna
tapi semua berhenti
pada satu kepongahan :
BILA...
B I L A
dan BILA

Bila tidak ada
Bila tidak mengada
Bila tidak terada
Bila tidak diada

Mimpi
belilah mimpi
maka kau takkan bersedih
sebab ia menghiburmu selalu
dengan harap dan aksi nyata

Cerita Agustus
laju dan melaju
kencang dan mengencang
perahu dan kapal kita
saling berkejaran
di ombak-ombak ide
menyelami karang terjal
petualangan
oho, jangan kuatir kawan
agustus kita masih bersisa
dengan sedikit cerita jenaka
akan kegilaan kita dulu
kemasilah barang-barangmu
mari pegang erat tanganku
kapal kita sudah saatnya berlayar
arungi samudera biru dunia

mlangi, sleman, jogjakarta, 2011 - 2013

Komentar

Posting Komentar

Thanks for your comment. God bless you always. :)

Postingan populer dari blog ini

September

September Kulipat mimpi Kukantongi mantra Lihat, tak ada lagi duka Lihat, rindu kita melanglang buana Ini September Saat kita segera berangkat Memula masa singkat, meski Menyimpan geletar gelap Dan sendu tasbih para malaikat Melukis gemerlap esok Merajut dunia Melibas prahara Tak usah bersedih Sedang kesedihan pun mulai bosan Jadi teman kecil kita Mari sulut semangat Biar berkilat semua karat Dan benderang semua pekat Untuk Bunga Kutulis puisi untukmu Agar terketuk segala pintu Dan terbuka segala rahasia Kita benar-benar berbeda Meski Waktu selalu saja cemburu Dengan diam yang kita bicarakan Dengan cerita yang kita bisukan Untuk Bunga Engkaulah penanda baru Pada setiap jejak yang kubuat Untuk memintal ruang waktu Meski jauh menjadi karib Meski koma menjelma titik Demi Waktu Demi Waktu Manusia selalu berada dalam kerugian Demi Waktu Manusia tempat segala kesalahan Demi Waktu Manusia-lah kekasi...

Berotak Tekad, Berhati Malaikat; a Tribute to Undar Jombang

18 September 1965, tanggal kelahiran Undar Jombang. Sudah begitu tua, setua Gus Mujib, Neng Eyik dan Gus Lukman yang sampai sekarang masih menjadi penguasa-penguasa Undar, asyik mengangkangi “tahta kecil” mereka. Tapi Undar memang istimewa, biarpun dihantam krisis kepemimpinan sejak lama, sampai sekarang masih saja berdiri kukuh. Menantang langit, mengukir jaman. Undar selalu ada, tapi sedihnya, mungkin ia juga pelan-pelan menjadi tiada. Timbul tenggelam, mencari pegangan kesana kemari tanpa pertolongan siapapun. Bukan karena tidak ada yang menolong, tapi karena Undar sendiri yang menolaknya. Di stasiun Purwokerto, jam 6 pagi pada akhir Juli 2004, aku bersama seorang sahabat karib menaiki kereta Logawa jurusan Purwokerto – Surabaya. Tiket seharga 21 ribu selalu kupegang erat-erat. Ini perjalananku pertama kali yang jauh dari Cilacap, kota kelahiranku. Hari itu, aku dan temanku berangkat ke Jombang, untuk nyantri dan kuliah di Universitas Darul Ulum Jombang. Sejak melihat brosur ka...

The Toughest Week

I would genuinely say that this week is one of the hardest. Problems visit like a flood, not giving me some time to breathe. However, I fortunately feel okay, considering it as a process that can make me stronger. First, my boss decided to cut off my salary this morning because of giving the batiks that I should make into office's uniform into my friend from Philippine. I did it because I felt bad to invite him to my pesantren without handing over such souvenir. I thought that I can buy it another batiks which has similar pattern (kawung) at Beringharjo market. However, my boss had different view and the result is that he punished me by cutting my salary as a substitute to price of batiks he provided to me. It is rather funny I guess, but I will not make a mess with that small problem. I should fully accept it as a risk when I hand my office's gift into other. Second, I failed to secure some money to pay rent for the house. Therefore, I turn up into the last choice to ...