Langsung ke konten utama

Agama dan Budaya; Sebuah Pandangan Tumpang Tindih


Oleh : Azzam Anwar

Agama, dalam bentuk paling kuno, telah menjadi faktor penting dalam masyarakat. Meminjam istilah Durkheim, agama muncul dalam bentuk "yang suci (the sacred)" dengan "yang profan (the profane)" dalam pemahaman publik. Oleh karena itu, hubungan agama dan budaya tidak perlu lagi diperdebatkan. Misalnya, nama kita, bagaimana berbicara dan menghormati orang tua adalah contoh untuk hubungan antara agama dan budaya. Agama dan budaya selalu mewarnai kehidupan kita sehari-hari. Dari sana, dapat disimpulkan bahwa realitas agama akan selalu bersinggungan erat dengan realitas keseharian, yakni realitas manusia.

Menyadari hal ini, kita akan memahami bahwa realitas agama juga memerlukan kerja aktif dari manusia itu sendiri. Agama telah menjadi realitas sejarah budaya manusia serta saling mempengaruhi satu sama lain. Itu sebabnya, untuk memahami agama dalam konstruksi sosial memerlukan kemampuan kita untuk memahami apa yang berlaku di masyarakat. Hal ini karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang dinyatakan dalam dunia nyata. Selain itu, makna intrinsik keanekaragaman terletak pada interpretasi dan praktek wacana (discourse) keagamaan.

Untuk Foucault, wacana (discourse) sebagai realitas sehari-hari, dapat menjadi alat kepentingan, kekuasaan, hegemoni, dominasi budaya dan pengetahuan. Dalam hubungan antara agama dan budaya, ada banyak unsur kekuasaan yang memainkan peran penting dalam masyarakat sebagai wacana sosial di sana. Unsur kekuatan yang akan terlibat dalam penelitian ini akan muncul setidaknya dari dua wacana: interpretasi sosial dan pengetahuan ilmiah. Penafsiran sosial dapat digali dari struktur sosial seperti keluarga, suku atau negara. Penafsiran sosial memberikan contoh jelas bagaimana orang menghasilkan pengetahuan mereka tentang agama dan menggunakannya untuk kegiatan sehari-hari mereka.

Penafsiran sosial selalu terhubung kedalam hubungan masyarakat. Biasanya, jenis-jenis hubungan yang terjadi seperti negosiasi, konflik atau bahkan "pribumisasi" (Surjo, dkk: 1993). Selain itu, pengetahuan ilmiah juga memainkan peran kunci bahwa bagaimana akademisi atau masyarakat lain melihat dan akhirnya hakim masyarakat sama seperti penelitian mereka lakukan. Pengetahuan ilmiah memiliki kekuatan karena memberikan bentuk tertentu "kebenaran universal" untuk sesuatu yang didasarkan pada metodologi ilmiah penelitian.

Banyak sarjana tahu bahwa ada banyak perdebatan terjadi dalam rangka untuk menunjukkan apa yang agama atau apa yang budaya. Alih-alih menjadi terlibat dalam perdebatan itu, kita harus merayakan bahwa dalam kasus hubungan antara agama dan budaya selalu berbeda dan memiliki peran tertentu dalam realitas tertentu. Tidak ada realitas murni yang dibangun bukan oleh agama maupun budaya per se. Agama dan budaya selalu tumpang tindih, berpotongan dan saling mempengaruhi.

Everyday religion (Agama sehari-hari) sebagai sebuah contoh
Everyday religion (Agama sehari-hari) adalah cara untuk membedakan praktek kegiatan harian dari ajaran resmi agama. Istilah ini menyiratkan bahwa setiap agama memiliki ajaran mereka sendiri, tetapi juga memiliki praktek mereka sendiri dari para pengikutnya. Perbedaan muncul karena ada banyak cara untuk memahami pengajaran oleh orang-orang. Agama sehari-hari adalah versi lain dari cara pemahaman oleh orang biasa atau awam di era modern.

Pendekatan ini akan sangat membantu dalam rangka untuk menentukan bahwa agama benar-benar bersifat praktis. Kita tahu bahwa biasanya orang cenderung mengandalkan definisi mereka tentang agama dalam definisi resmi dari lembaga keagamaan seperti gereja, rabi / sinagog atau Ulama. Akan tetapi, ada semacam filter social yang memberikan pembeda dalam praktiknya. Pendekatan ini menunjukkan bahwa sebenarnya orang juga memiliki interpretasi mereka sendiri atau definisi tentang agama mereka. Dengan demikian, perspektif ini akan membuat makna dan praktek agama lebih luas dalam masyarakat.

Agama Sehari-hari pasti memunculkan konsepsi baru tentang arti lain dari ajaran agama. Sementara di masa lalu orang hanya mengikuti penafsiran resmi, hari ini orang cenderung untuk membenarkan bahwa tindakan mereka juga dapat dikelompokkan sebagai agama berdasarkan interpretasi mereka tentang agama itu sendiri.

Contoh yang bagus tentang agama sehari-hari adalah tentang kasus MUI fatwa (keputusan) dari merokok. MUI menyatakan bahwa merokok dilarang karena banyak alasan dari sisi yang sehat. Tapi kita tahu bahwa banyak Muslim di sini diam dan mengabaikan itu. Orang-orang melawan fatwa dengan memberikan arti lain dari ajaran Islam yang “resmi” tersebut. Hal ini sangat menarik karena orang mendorong diri mereka untuk mengikuti cara yang berbeda dari penafsiran resmi sebagaimana dinyatakan oleh MUI tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

September

September Kulipat mimpi Kukantongi mantra Lihat, tak ada lagi duka Lihat, rindu kita melanglang buana Ini September Saat kita segera berangkat Memula masa singkat, meski Menyimpan geletar gelap Dan sendu tasbih para malaikat Melukis gemerlap esok Merajut dunia Melibas prahara Tak usah bersedih Sedang kesedihan pun mulai bosan Jadi teman kecil kita Mari sulut semangat Biar berkilat semua karat Dan benderang semua pekat Untuk Bunga Kutulis puisi untukmu Agar terketuk segala pintu Dan terbuka segala rahasia Kita benar-benar berbeda Meski Waktu selalu saja cemburu Dengan diam yang kita bicarakan Dengan cerita yang kita bisukan Untuk Bunga Engkaulah penanda baru Pada setiap jejak yang kubuat Untuk memintal ruang waktu Meski jauh menjadi karib Meski koma menjelma titik Demi Waktu Demi Waktu Manusia selalu berada dalam kerugian Demi Waktu Manusia tempat segala kesalahan Demi Waktu Manusia-lah kekasi...

Hybrid Cyborg

Dari jendela bertirai krem, nampak jajaran apartemen mahasiswa blok 20-23. Aku sendiri tinggal di Blok 24, lantai 2. Sudah sebulan ternyata, aku menghuni kamar ini. Jejeran blok didepan, itu yang menjadi santap pandang sehari-hari. Disertai tingkah polah para penghuninya, dari lapangan basket, kantin, taman, shared room, dan tempat barbeque-an. Hidup sudah mulai terasa normal, meskipun kadang-kadang masih tetap kesulitan mengatur jadwal hidup. Setelah 2 minggu terakhir, workshop kami tentang pembuatan abstrak sudah selesai. Hasilnya sudah dikirim ke Jonathan, pegawai dan koordinator pengumpulan naskah di ARI. Workshop ini masih belum terlalu melelahkan, karena dulu kami sudah diminta mengirimkan sebelum berangkat ke singapura. Tinggal bimbingan dan koreksi dari Dr. Kay Mohlmann, pembimbing  academic writing  kami yang super baik, super sabar dan super bersahabat. Kami beruntung bisa dibimbing beliau, karena kata beliau sendiri, inilah tahun terakhir beliau tinggal di Sing...

Malaysia, the second

Mendarat di KLIA (Kuala Lumpur International Airport), segera saja mata kami semua disambut dengan jejeran pesawat Malaysia Airlines (MAS) dan Airasia, dua pesawat kebanggaan orang Malaysia. Sebelumnya, ketika bersiap-siap mendarat, hanya sawit dan sawit yang menjadi pandangan kami. Memang, Malaysia sedang bergiat memacu penanaman sawit, agar bisa menyaingi Indonesia, sang pemimpin nomer satu produksi sawit sedunia. Menjejakkan kaki di KLIA ini, adalah kesempatan keduaku menjejak negeri jiran ini. Mei atau Juni kemarin, aku sudah sempat masuk ke negara ini, meski hanya di Johor Bahru, negara bagian yang berbatasan langsung dengan Singapura. Artinya, Pasporku pun sudah dua kali di stempel oleh negara serumpun kita ini, hehe. Seperti sudah pernah kutulis, bandara internasional adalah wajah pertama yang akan menyambut anda di suatu negara. Ia bisa jadi cerminan baik dan buruknya pelayanan di sebuah negara. Pada kondisi ini, Indonesia mesti mengakui kualitas pelayanan yang lebih b...