Langsung ke konten utama

Jeremy Merlion


Hari kedua program AGSF (Asian Graduate Student Forum) adalah kunjungan ke ISEAS Library dan Central Library di NUS (National University of Singapore). Jam 10 kami berangkat menggunakan shuttle bus kampus menuju ke ISEAS Library. Sepanjang perjalanan aku ngobrol dengan Sanghitta, cewek mahasiswa S3 Sosiologi dari Jawaharlal Nehru Universty (JNU) India, mulai dari Shah Rukh Khan (haha), film, sampai isu pemerkosaan mutakhir di India. Selain dia, Aku juga sempat ngobrol dengan Ane, mahasiswa S2 Arkeologi Filipina yang sedang meneliti tentang makna dan simbolisasi penggunaan manik-manik (beads) pada masa kuno di Filipina. Menarik sekali membicarakan tentang topik penelitian masing-masing, terutama ketika melihat Ane begitu tertarik dengan penelitianku tentang Wali Sepuluh di Jawa. :)

ISEAS itu singkatan dari Institute for Southeast Asia Studies, alias Lembaga Kajian Asia Tenggara. Perpustakaannya tidak terlalu besar, terdiri dari 3 lantai. Tapi jangan tanya koleksinya, belasan juta file dari journal internasiona, majalah dan buku tentang Asia Tenggara tumplek blek disini, baik yang online maupun hard copy. Mas-mas yang memandu kami mengatakan secara tidak langsung bahwa perpus ini akan jadi surga informasi buat kami-kami yang sedang riset isu-isu di Asia Tenggara. Bahkan ada majalah Sabili disini hehe. Setelah daftar dan mencatatkan identitas di database komputer, kami dibiarkan melihat-lihat koleksi dan diberitahu cara untuk memfotokopi atau men-scan data yang kami butuhkan. Sayangnya tiap kali fotokopi atau scan, kami kena bayaran 3 sampai 4 sen per halamannya.

Dari ISEAS, kami berpindah ke Central Library. Berhubung hari jum'at, kami yang muslim pun sepakat untuk berjumatan di masjid yang terdekat dengan NUS. Masjidnya menarik sekali, terletak di atas bukit sehingga kami pun mesti ngos-ngosan naik tangga. Kontur kampus NUS memang berbukit-berbukit, kayak di UI sana. Walaupun kami sempat makan siang dulu, (senangnya ketemu dengan masakan Indonesia!!), energi rasanya habis begitu nyampai masjid. Park Jaemin, si korea ganteng yang selalu ikut rombongan Indonesia juga ikut ke mesjid, tapi hanya duduk-duduk di pujasera depan masjid, menunggu sampai jumatan selesai.

Jam 2, kami sudah balik lagi ke Central Library, menuju lantai 6 dimana orientasi dilakukan. Perpustakaan pusat ini luar biasa gede dibanding ISEAS, koleksinya juga bikin wow, sekitar 33 juta judul koleksi kalau tidak salah, :). Tempatnya luas dan menyenangkan, aku berbisik tanya sama Mas Obing dari LIPI, apa Perpustakaan Nasional kita di Jakarta juga seluas dan senyaman ini. Jawab mas Obing, "Lebih bagusan Perpus UI daripada Perpustakaan Nasional." Itu artinya, PerpusNas tidak ada apa-apanya dengan disini, :(. Andai saja PerpusNas bisa sebesar, senyaman dan selengkap kayak NUS, mugkin tiap hari orang Indonesia semangat sekali ke Perpustakaan.

Setelah orientasi, kami berempat, aku, mas Bodrek, Mas Salman dan Adrian kembali naik MRT ke Hall City untuk membeli peralatan dan sekalian jalan-jalan melihat Patung Singa yang terkenal. Naik MRT sampai pindah 3 kali di NUS. Dari Kent Ridge, Front Harbour, pindah ke Outram City, menuju Hall City. Keluar dari stasiun, kami langsung disambut dengan Gereja/katedral (namanya St. Alexander kalau gak salah) yang menjulang tinggi. Jalan kaki menyusuri New Bridge Road dan tanya kanan kiri, kami akhirnya sampai di Patung Merlion, yang menjadi salah satu landmark Singapura yang ramai wisatawan.

Komentar dari Adrian, "Ya beginilah liburan ditempat yang sudah umum diketahui, ketemunya orang Jawa/Indonesia mulu." Setelah kuperhatikan, memang banyak keluarga Indonesia yang lagi berlibur di Singapura. Orang Indonesia di Singapura memang lumayan banyak, bisa ketemu dimanapun haha. Siapa bilang kita negara miskin, tuh lihat begitu banyak turis Indonesia disini. Catat! mereka bukan TKI lho, tapi turis yang memang sengaja melancong kesini hehe. Aku sendiri tersenyum-senyum geli melihat satu keluarga yang didekatku rakus banget foto-foto, memanggili anak mereka yang bernama Jeremy, sambil ngomong jawa gitu haha. Rasanya aneh ada turis jawa di Merlion, sambil manggil-manggil anaknya, "Jeremy, mreneo nak foto karo simbok." haha.
Mungkin, besok si anak bisa tambah nama jadi Jeremy Merlion wkwk. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

September

September Kulipat mimpi Kukantongi mantra Lihat, tak ada lagi duka Lihat, rindu kita melanglang buana Ini September Saat kita segera berangkat Memula masa singkat, meski Menyimpan geletar gelap Dan sendu tasbih para malaikat Melukis gemerlap esok Merajut dunia Melibas prahara Tak usah bersedih Sedang kesedihan pun mulai bosan Jadi teman kecil kita Mari sulut semangat Biar berkilat semua karat Dan benderang semua pekat Untuk Bunga Kutulis puisi untukmu Agar terketuk segala pintu Dan terbuka segala rahasia Kita benar-benar berbeda Meski Waktu selalu saja cemburu Dengan diam yang kita bicarakan Dengan cerita yang kita bisukan Untuk Bunga Engkaulah penanda baru Pada setiap jejak yang kubuat Untuk memintal ruang waktu Meski jauh menjadi karib Meski koma menjelma titik Demi Waktu Demi Waktu Manusia selalu berada dalam kerugian Demi Waktu Manusia tempat segala kesalahan Demi Waktu Manusia-lah kekasi...

Berotak Tekad, Berhati Malaikat; a Tribute to Undar Jombang

18 September 1965, tanggal kelahiran Undar Jombang. Sudah begitu tua, setua Gus Mujib, Neng Eyik dan Gus Lukman yang sampai sekarang masih menjadi penguasa-penguasa Undar, asyik mengangkangi “tahta kecil” mereka. Tapi Undar memang istimewa, biarpun dihantam krisis kepemimpinan sejak lama, sampai sekarang masih saja berdiri kukuh. Menantang langit, mengukir jaman. Undar selalu ada, tapi sedihnya, mungkin ia juga pelan-pelan menjadi tiada. Timbul tenggelam, mencari pegangan kesana kemari tanpa pertolongan siapapun. Bukan karena tidak ada yang menolong, tapi karena Undar sendiri yang menolaknya. Di stasiun Purwokerto, jam 6 pagi pada akhir Juli 2004, aku bersama seorang sahabat karib menaiki kereta Logawa jurusan Purwokerto – Surabaya. Tiket seharga 21 ribu selalu kupegang erat-erat. Ini perjalananku pertama kali yang jauh dari Cilacap, kota kelahiranku. Hari itu, aku dan temanku berangkat ke Jombang, untuk nyantri dan kuliah di Universitas Darul Ulum Jombang. Sejak melihat brosur ka...

The Toughest Week

I would genuinely say that this week is one of the hardest. Problems visit like a flood, not giving me some time to breathe. However, I fortunately feel okay, considering it as a process that can make me stronger. First, my boss decided to cut off my salary this morning because of giving the batiks that I should make into office's uniform into my friend from Philippine. I did it because I felt bad to invite him to my pesantren without handing over such souvenir. I thought that I can buy it another batiks which has similar pattern (kawung) at Beringharjo market. However, my boss had different view and the result is that he punished me by cutting my salary as a substitute to price of batiks he provided to me. It is rather funny I guess, but I will not make a mess with that small problem. I should fully accept it as a risk when I hand my office's gift into other. Second, I failed to secure some money to pay rent for the house. Therefore, I turn up into the last choice to ...