Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2012

9 Nilai Prisma Pemikiran Gus Dur

Prolog Sabtu sore 11 Agustus kemarin, sekitar pukul 4 saya dan satu teman meluncur mulus ke Jalan Kaliurang, tepatnya menuju Seknas Komunitas Gusdurian di Dayu, Ngaglik, Sleman. Sore ini ada undangan dari Komunitas Gusdurian Jogja untuk memperingati ultah Gus Dur yang ke 72, ini dengan asumsi bahwa tanggal lahir Gus Dur adalah tanggal 4 Agustus 1940.  Ada yang unik disini, menurut cerita mas Heru yang menjadi narasumber sore itu, sebenarnya Gus Dur lahir tanggal 7 September, bukan 4 Agustus. Waktu itu ibunda beliau, Hj. Solichah mengatakan pada petugas pencatat kelahiran bahwa anaknya lahir tanggal 4 bulan 8. Sang petugas menangkap dan menulisnya sebagai 4 agustus, padahal yang dimaksud ibunda beliau adalah tanggal 4 bulan 8 Hijriyah, yakni tanggal 4 bulan Syakban, bukan penanggalan masehi. Nah, tanggal 4 Syakban ini kalau di hitung memakai kalender masehi akan jatuh tepat tanggal 7 September 1940, bukan 4 Agustus. Argumen ini didasarkan pada pemahaman bahwa waktu itu, ibunda

Negosiasi Identitas

Apa yang seharusny dilakukan seseorang untuk melayani kepentingan sosial diluar kehidupan dirinya sendiri sehingga dia bisa disebut sebagai seorang yang berguna bagi lingkungan sekitar? Atau satu pertanyaan yang lebih konkrit, apa yang mesti kita perjuangkan terlebih dahulu, apakah identitas kita sebagai individu ataukah sebagai mahluk sosial yang harus kita majukan sebagai perilaku kita par exellence ? Dua pertanyaan diatas adalah hal yang jamak terjadi, sebagai manifestasi pertentangan antara identitas individu dengan sosial kita sebagai manusia. Ambil contoh, perdebatan yang menguar ketika Bang Haji   Rhoma disangka melakukan ceramah berbau SARA di jakarta, terkait kewajiban muslim untuk memilih pemimpin yang seiman. Meski definisi seiman ini sangat parsial dan subyektif, kita mengerti, bahwa Rhoma (yang kemudian diputus bebas oleh PANWASLU DKI) membela diri dengan menyandarkan identitas dirinya selaku muslim, sebagai preferensi untuk menentukan kandidat yang didukungnya. Di

Islamic teachings about Adam’s creation : Some interpretations

Most of Muslims believe that God creates Adam as the first created man in the whole world. God creates him from clay, places him in heaven, creates Eve to be his wife, but then moves both of them into earth to pay for their mistakes in disobeying God’s command in the case of the heaven tree (we, Indonesian people name it: Khuldi tree). After coming to the Earth, then Adam and Eve have many children and become the first generation of human life in this earth. The creation story of Adam has clearly been portrayed in Quran in Al Baqarah: 30-39, Ali Imraan: 59, An-Nisaa: 1, Al Hujuraat: 13, Al-A’raaf 11-25 and 189, Al Hijr: 26-44, Al Israa: 61-65, Al Kahfi: 50, Thaaha: 55 and 115-126, Shaad: 67-68. [1] The creation Process of Adam In the Qur'an Adam was created by God from the dry soil that is then formed by God with the best possible shape. Once complete it is by God's spirit blown into him that he then came alive. This is confirmed by God in the Quran: "What

Between religion and identity

My first question about relationship among religion, state and also civil society rose when there are many debates how to find the harmony among them. This conclusion ac c uses that historically we realize that there is a tight relationship among religion, state and civil society. We never found the rising one country without relating it to religion or specifically religious society. The obvious example is the first embodiment of USA. It was clearly stated that USA is always under one understanding about the rule of God there through the “In God We Trust” clause in the Pledge of Allegiance. It may happen only when there is a tight relationship among state, relig i on and society. Historically speaking, there is no denying about the role of relig i on or religious society in the world. Based on that conclusion, the conflict bet w een religious society and state is more about the need of defending the identity. The study of migration wave in Europe and America has triggered many wo

Watak Pengecut

Ini sekedar renungan singkat, jangan terlalu diambil hati, tapi tetep boleh dikomentari. Dalam sebuah atau bahkan tiap-tiap forum, mengapa orang Indonesia cenderung suka duduk di belakang daripada di depan? Ada 3 jawaban menurutku.  Pertama, kita memang bangsa yang sopan, sehingga cenderung malu dan merasa tidak pantas untuk duduk di depan daripada orang lain. Kedua, kita ini bangsa yang minderan, merasa diri tidak pantas karena kita memang kurang begitu yakin dengan kemampuan kita sendiri, sehingga kita merasa malu untuk duduk didepan. Ketiga, kita ini bangsa pengecut, tidak pernah mau berdiri didepan, cermin ketidakberanian menjadi pemimpin, mental inlander (terjajah), sehingga kita merasa tidak mampu dan tidak bakalan mau. Takut untuk gagal, tetapi senengnya minta ampun kalau mengejek mereka-mereka yang gagal ketika berada didepan, tetapi ketika disuruh kedepan sendiri tidak mau. Saya sendiri cenderung memilih nomer 3. Cenderung skeptis memang, tapi apa mau dika