Langsung ke konten utama

Response Paper to Islam (World Religion)


Muhammad built the early Islam for around 23 years. Many scholars believe that his era is the best era, based on his hadith about the level of the best era in Muslim community’s history. I really curious about this term, is it religious term or anthropological term? As far as I know as Muslim, there is no debate about the truth of this hadith as the basic of theological justification. But how this hadith will be applied when we examine the problem in the early Islamic era, especially started at caliph era (the companions).
The succession of Muslim leader after Muhammad firstly became the hottest issue. This could separate muslim in Medina into two groups, Muhajirin and Anshor. Every group claimed that they are the one group who deserved being caliph. Fortunately, that conflict can be finished by Abu Bakar by saying that only Quraish group deserves being leader. For me, it is more political than theological because Muhammad never directly pointed his successor.
The second caliph, Umar bin khatab did not get any conflict when being chosen to be caliph. But, when Uthman changed Umar, the old friction about tribalism had arisen and it is more complicated then Abu Bakar era, because it carried the tribal and religious understanding about leader and truth. The chaos had escalated till Uthman dead by killed. Ali then continued the caliphate but he just got little support from his followers, especially people from Basra (now Iraq). Then Ali also had been killed after facing many wars with Aisha, Muhammad’s wife (Jamal War), some companions of prophet such as Talhah and Zubair ibn Awwam, and the last with Muawiyah.
Until this era, actually the problem is about political, not religious factor. Until this time also I try to relate those “political” incidents with the claim that the best umma is the early umma of Islam. It is still confusing then to describe what the real history of the early Islamic era, is it about political or purely religious thing? I do not. Surely we need a more contemplation and also research to know 1) what is the core thing in that era, 2) how the justification of Hadith is used, and 3) what is the implication of the Islamic development today.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

September

September Kulipat mimpi Kukantongi mantra Lihat, tak ada lagi duka Lihat, rindu kita melanglang buana Ini September Saat kita segera berangkat Memula masa singkat, meski Menyimpan geletar gelap Dan sendu tasbih para malaikat Melukis gemerlap esok Merajut dunia Melibas prahara Tak usah bersedih Sedang kesedihan pun mulai bosan Jadi teman kecil kita Mari sulut semangat Biar berkilat semua karat Dan benderang semua pekat Untuk Bunga Kutulis puisi untukmu Agar terketuk segala pintu Dan terbuka segala rahasia Kita benar-benar berbeda Meski Waktu selalu saja cemburu Dengan diam yang kita bicarakan Dengan cerita yang kita bisukan Untuk Bunga Engkaulah penanda baru Pada setiap jejak yang kubuat Untuk memintal ruang waktu Meski jauh menjadi karib Meski koma menjelma titik Demi Waktu Demi Waktu Manusia selalu berada dalam kerugian Demi Waktu Manusia tempat segala kesalahan Demi Waktu Manusia-lah kekasi...

Berotak Tekad, Berhati Malaikat; a Tribute to Undar Jombang

18 September 1965, tanggal kelahiran Undar Jombang. Sudah begitu tua, setua Gus Mujib, Neng Eyik dan Gus Lukman yang sampai sekarang masih menjadi penguasa-penguasa Undar, asyik mengangkangi “tahta kecil” mereka. Tapi Undar memang istimewa, biarpun dihantam krisis kepemimpinan sejak lama, sampai sekarang masih saja berdiri kukuh. Menantang langit, mengukir jaman. Undar selalu ada, tapi sedihnya, mungkin ia juga pelan-pelan menjadi tiada. Timbul tenggelam, mencari pegangan kesana kemari tanpa pertolongan siapapun. Bukan karena tidak ada yang menolong, tapi karena Undar sendiri yang menolaknya. Di stasiun Purwokerto, jam 6 pagi pada akhir Juli 2004, aku bersama seorang sahabat karib menaiki kereta Logawa jurusan Purwokerto – Surabaya. Tiket seharga 21 ribu selalu kupegang erat-erat. Ini perjalananku pertama kali yang jauh dari Cilacap, kota kelahiranku. Hari itu, aku dan temanku berangkat ke Jombang, untuk nyantri dan kuliah di Universitas Darul Ulum Jombang. Sejak melihat brosur ka...

Malaysia, the second

Mendarat di KLIA (Kuala Lumpur International Airport), segera saja mata kami semua disambut dengan jejeran pesawat Malaysia Airlines (MAS) dan Airasia, dua pesawat kebanggaan orang Malaysia. Sebelumnya, ketika bersiap-siap mendarat, hanya sawit dan sawit yang menjadi pandangan kami. Memang, Malaysia sedang bergiat memacu penanaman sawit, agar bisa menyaingi Indonesia, sang pemimpin nomer satu produksi sawit sedunia. Menjejakkan kaki di KLIA ini, adalah kesempatan keduaku menjejak negeri jiran ini. Mei atau Juni kemarin, aku sudah sempat masuk ke negara ini, meski hanya di Johor Bahru, negara bagian yang berbatasan langsung dengan Singapura. Artinya, Pasporku pun sudah dua kali di stempel oleh negara serumpun kita ini, hehe. Seperti sudah pernah kutulis, bandara internasional adalah wajah pertama yang akan menyambut anda di suatu negara. Ia bisa jadi cerminan baik dan buruknya pelayanan di sebuah negara. Pada kondisi ini, Indonesia mesti mengakui kualitas pelayanan yang lebih b...