Langsung ke konten utama

Antara, Solar, Negara dan Rasa Aman


Munculnya Negara, salah satunya untuk menjamin tercapainya hak-hak mendasar dalam hidup warganya, seperti berserikat dan berkumpul, dan yang lebih penting lagi, hak untuk merasa aman dari setiap gangguan yang muncul. Konsekuensinya, kita mengamanahi Negara, misalnya dengan uang berbentuk pajak dan berbagai setoran, ketundukan pada hukum dan politik, serta kebersamaan untuk mencintai satu tanah air, satu bangsa. Negara menjadi satu-satunya saluran resmi kita untuk berjibaku memperebutkan sekian banyak kepentingan yang kita inginkan secara adil dan demokratis. Pendek kata, Negara adalah representasi kekitaan kita sendiri. Kekitaan untuk menjadi diri kita sendiri, berbaur dengan kekitaan orang lain, bertarung, kalah dan menang terhadap yang lain secara sah dan legal. Negara menjamin itu semua.

Tapi tidak untuk hari-hari ini. Betapa tidak, rasa aman kita jelas-jelas terganggu dengan satu kasus “kecil” saja, ketiadaan solar. Tiba-tiba, Pertamina membatasi jatah penjualan solar di tiap wilayah. Begitu solar menjadi langka, kita menjadi panik, resah dan juga marah. Rasa aman kita terancam. Kita mesti antre panjang dan melelahkan hanya untuk mendapatkan beberapa liter saja. Bahkan, ada yang sampai berhari-hari seperti di Nganjuk. Ngeri kita jika membayangkan kondisi di luar Jawa sana. Misal di Kalimantan, Sulawesi, Papua dan daerah kepulauan seperti Sangihe Talaud, Bolaang Mongondow, dan Kepulauan Riau. Mereka mayoritas alat transportasi utamanya memakai perahu yang berbahan bakar solar. Kita rugi waktu, rugi biaya. Bagi yang tidak sabar antri, mereka nekad beli solar eceran yang berharga jauh tinggi diatas pasaran, walaupun solar oplosan. Atau sekalian tidak bekerja, menganggur merutuki nasib sial.

Kenapa kasus ini “kecil”? gampang dan gamblang saja. Solar itu produk tambahan yang muncul dari eksplorasi minyak bumi. Ia sama keluarannya dengan bensin, avtur, aspal dan semua yang dihasilkan dari hasil ekstraksi minyak bumi. Semua sudah ada komposisinya masing-masing. Ini menjadi aneh ketika pasokan bensin dan bahan bakar lain masih lancar, sementara solarnya tersendat tak karuan. Bahkan ada menteri bilang, bahkan Pertamina pun tidak tahu kenapa tiba-tiba solar bak menghilang total dari peredaran. Ada yang tidak beres disini, itu pasti. Tapi sayangnya, bahkan kita sebagai publik tidak pernah mendapat jawaban dan informasi yang jelas. Kita terombang-ambing, bingung dan menderita sendiri.

Lagi-lagi, kita menjadi korban. Dan lagi-lagi, Negara kita gagal menjamin rasa aman kita. Maka jangan salahkan para tukang taksi dan supir truk yang ramai-ramai merindukan pak Harto, “Lebih enak jaman pak harto, Mas” jawab mereka simpel. Mereka meromantisir masa lalu, karena masa sekarang dianggap memberikan pepesan kosong belaka. Buat mereka, tidak soal mereka hidup dalam represi politik, sosial dan budaya asalkan kehidupan ekonomi mereka terjamin. Walaupun kita semua juga tahu, jaminan rasa aman secara ekonomi itu juga semu belaka.

Lalu, apakah kita akan berbalik memusuhi Negara? Seharusnya tidak. Karena tidak ada yang sempurna di dunia ini. Semua punya cela. Termasuk Negara kita tercinta ini, yang tak rasanya belum sanggup untuk memenuhi rasa aman kita semua. Sudah semestinya kita mengoreksi kesalahan Negara, memperbaikinya bersama-bersama, bukan ditinggalkan atau bahkan dihancurkan. Walau kadang-kadang, orang dan instansi yang menjadi representasi Negara itu bukan angkuh dan main keras kepalanya. Tinggal bagaimana kita mewujudkan itu? Mari buat strategi bersama. Salam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malaysia, the second

Mendarat di KLIA (Kuala Lumpur International Airport), segera saja mata kami semua disambut dengan jejeran pesawat Malaysia Airlines (MAS) dan Airasia, dua pesawat kebanggaan orang Malaysia. Sebelumnya, ketika bersiap-siap mendarat, hanya sawit dan sawit yang menjadi pandangan kami. Memang, Malaysia sedang bergiat memacu penanaman sawit, agar bisa menyaingi Indonesia, sang pemimpin nomer satu produksi sawit sedunia. Menjejakkan kaki di KLIA ini, adalah kesempatan keduaku menjejak negeri jiran ini. Mei atau Juni kemarin, aku sudah sempat masuk ke negara ini, meski hanya di Johor Bahru, negara bagian yang berbatasan langsung dengan Singapura. Artinya, Pasporku pun sudah dua kali di stempel oleh negara serumpun kita ini, hehe. Seperti sudah pernah kutulis, bandara internasional adalah wajah pertama yang akan menyambut anda di suatu negara. Ia bisa jadi cerminan baik dan buruknya pelayanan di sebuah negara. Pada kondisi ini, Indonesia mesti mengakui kualitas pelayanan yang lebih b

Motivasi: Alert!

www.pulsk.com Aku baru menyadari, tipeku adalah pengajar yang suka memotivasi mereka yang diajar. Setiap pagi saat menemani para santri belajar bahasa inggris, aku tidak pernah lupa untuk menyemangati. Aku membantu mendorong dan memberikan pandangan yang sekiranya membuat mereka bersemangat untuk mempelajari bahasa Inggris. Dengan begitu, mereka akan bisa sukses dalam belajar, menurutku pastinya. Terlepas dari kelebihannya, peran seperti ini menurutku menyimpan beberapa masalah yang mesti diwaspadai. Pertama, motivasi adalah soal ujaran, sementara yang paling penting dalam hidup adalah tindakan. Motivasi tanpa tindakan adalah omong kosong. Nihil. Sementara, hidup tanpa tindakan yang baik dan berguna adalah bencana. Kita, sebagai manusia, cenderung sering tidak waspada dan lambat untuk belajar dari pengalaman di masa lampau. Contohnya, kita menyadari betapa pencemaran alam adalah hasil dari perbuatan kita yang ceroboh dan serakah men

Sore Hujan

Rintik-rintik melirik Tajamkan sukmaku, melayang Lihat, hujan sore ini menelantarkan sesirat Sedang kidung hidup terus menerka-nerka Apa gerangan terjadi? Masihkah sesuluhmu menjadi harap? Sedang derap waktu senantiasa lesu O, ia masih merintiki sore ini Seolah kesumat lampauan tahun menyerukannya Ya.. Sudah lampauan tahun Bumi tengadah menerjang lara Langit merintih keringkan asa Sore yang hujan Sayap-sayap pepohonan kembali merekah Aduhai, biarkan hijaumu menemani mataku Mengeja hari mengais-ngais rindu Sukma mendesah Hati merendah Telingaku menangkap dendang Kepalaku berputar riang (15 September 2009 pukul 16:13, Menyambut hujan perdana di Jombang)