Langsung ke konten utama

ASAP

Singapura berasap. Dimana-mana penuh asap. Pagi, siang, sore, malam, sampai pagi lagi, semua diselimuti asap. Muncul manusia-manusia bermasker, demi menghalau asap agar tak masuk paru-paru. Indikasi termutakhir, tingkat ketebalan asap sudah mencapai 400, itu artinya sudah sangat berbahaya untuk kesehatan manusia. Dihimbau untuk anak kecil, orang tua dan yang punya penyakit paru untuk tidak keluar rumah. Jarak pandang yang terjangkau hanya kurang lebih seratus meter, sehabis itu pekat gelap. Rasanya, semua orang jadi galau. Rasanya semua orang marah. Semua merasa, asap telah merampas semuanya. Dan, tentu saja, penyebabnya adalah Indonesia, negara tetangga yang menyebalkan.

Singapura meradang. Di situs Yahoo!, orang-orang Singapura menumpahkan kekesalan mereka ketika mengomentari bencana asap ini. Ada yang menulis, "Beli saja Sumatera, Singapura kan uangnya banyak". Ada lagi yang menulis, "Seharusnya, Pemerintah Singapura melaporkan ini ke PBB". Ada yang menyerukan, "Boikot produk Indonesia!" Yang lain tidak mau kalah, menulis dengan sengit, "Singapura sudah bertahun-tahun mengalami ini, lakukan sesuatu!", "Ini bukan masalah kedaulatan negara, ini masalah serius tentang negara yang gagal melindungi warganya", "Pemerintah Singapura komplain ke Pemerintah Indonesia, Pemerintah Indonesia tak mau tahu, Rakyat Singapura marah dan kecewa kepada Keduanya".

Indonesia sebaliknya, berkelit dan dengan satire, menertawakan kelakuan orang Singapura. Di komen-komen Fesbuk, orang kita ramai membela diri, persis seperti petinggi Dephut yang dulu pertama kali menjawab, "Itu ulah perusahaan-perusahaan sawit asal Singapura dan Malaysia". Ada yang lucu mengatakan, "Ini sudah tradisi nenek moyang, membakar gulma biar tanah makin subur". Yang lain menyergah, "Singapura sama Malaysia baru kena asap sedikit saja sudah ribut, tuh masih banyak stok ekspor asapnya, dinikmati saja!" "Itu memang ulah perusahaan kalian sendiri, atur dong dari sana". Ada yang lebih satire, "giliran asap aja rame, tapi kalo koruptor Indonesia lari kesana pasti dilindungi".

Parahnya, aku orang Indonesia yang sedang tinggal di Singapura. Semua jadi serba simalakama. Rasanya benar-benar tertekan melihat status-status Fesbuk dan keluhan para fellows tentang asap. Di grup FB, AGSF 2013, posting berita asap dan diskusinya menghangat, tapi sepanjang pengetahuanku, tidak ada fellow Indonesia yang memberi komentar tentang berita itu. Aku sendiri rasanya malas, tapi juga tidak pingin mengeluhkan kondisi ini. Malas kalo komentar takutnya malah dikira terlalu nasionalis, membela diri, atau tidak berempati dengan nasib teman yang begitu terganggu dengan asap. Tapi disisi lain, aku dan teman-teman Indonesia juga menderita, sama seperti orang Singapura yang lain. Sama-sama korban, tapi latar belakang negara membuat kita tak begitu bebas berpendapat.

Seharusnya, ada langkah jelas antara pemerintah Singapura dan Indonesia untuk mengantisipadi bencana Asap ini kedepannya. Seperti yang sudah dikeluhkan orang sini, bencana asap ini sudah setiap tahun terjadi. Sudah tidak masuk akal lagi jika kita hanya sibuk menghujat masing-masing negara. Pemerintah dan Rakyat Indonesia juga tidak boleh berkelit, melempar tanggung jawab ke perusahaan sawit. Itu hal yang paling menggelikan. Kalaupun iya, penyebab asap ini adalah perbuatan mereka, kita musti ingat bahwa Perusahaan sawit itu bisa beroperasi di Indonesia juga atas izin Pemerintah Indonesia. Atas supervisi dan dibawah pengawasan Pemerintah kita, mereka bisa beroperasi bukan? Kalau mau menyalahkan, tentu salah orang kita dong yang memberi ijin operasi-operasi mereka itu. Salah kita dong yang telah lalai dengan fungsi pengawasan itu?! Ada tanggung jawab yang tidak bisa begitu saja dilemparkan ke hidung orang lain. Kita juga punya andil disitu.

Selain itu, orang Indonesia juga seharusnya berempati dengan korban asap. Lihatlah para korban ini sebagai manusia, bukan sebuah negara yang mempunya sejarah rivalitas permusuhan panjang. Empati ini hal yang penting, karena itu yang menunjukkan kebesaran budi dan moral kita sebagai individu dan sebuah bangsa. Kalo orang Indonesia tidak bisa berempati, aduhai betapa sombong, congkak dan tinggi hati-nya sikap itu. Sebuah kehilangan yang sangat besar buat kita semua, dimana kita seolah mati rasa dengan penderitaan orang lain. Sikap yang tidak mencerminkan kepribadian nasional yang ingin kita wujudkan, sebagai bangsa yang terkenal pandai menghargai bangsa yang lain.

Buatku, itu yang terpenting. Bukan waktunya membela diri, bukan waktunya marah dan saling menunjuk hidung. Mari dijadikan momentum buat memperbaiki itu kedepan. Asap ini jelas-jelas mengganggu denyut nadi kehidupan disini. Menyedihkan rasanya, jika mendengar orang yang sibuk menuduh ini dan itu, tanpa mau mengerti perasaan para korban asap ini. Mari lebih berempati.

Ada humor plesetan orang Indonesia yang rasanya pahit, tapi lumayan bisa membuat tersenyum sedikit, terkait bencana asap ini.

"Bangsa yang  besar, adalah bangsa yang bisa membuat repot dan menderita bangsa lain, hanya dengan mengiriminya asap setiap hari, bukan dengan tentara, bom dan pemusnah massal. Cukup dengan asap! Terpujilah bangsa Indonesia!" 

Lucu, tapi sungguh membuat getir. :P

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Malaysia, the second

Mendarat di KLIA (Kuala Lumpur International Airport), segera saja mata kami semua disambut dengan jejeran pesawat Malaysia Airlines (MAS) dan Airasia, dua pesawat kebanggaan orang Malaysia. Sebelumnya, ketika bersiap-siap mendarat, hanya sawit dan sawit yang menjadi pandangan kami. Memang, Malaysia sedang bergiat memacu penanaman sawit, agar bisa menyaingi Indonesia, sang pemimpin nomer satu produksi sawit sedunia. Menjejakkan kaki di KLIA ini, adalah kesempatan keduaku menjejak negeri jiran ini. Mei atau Juni kemarin, aku sudah sempat masuk ke negara ini, meski hanya di Johor Bahru, negara bagian yang berbatasan langsung dengan Singapura. Artinya, Pasporku pun sudah dua kali di stempel oleh negara serumpun kita ini, hehe. Seperti sudah pernah kutulis, bandara internasional adalah wajah pertama yang akan menyambut anda di suatu negara. Ia bisa jadi cerminan baik dan buruknya pelayanan di sebuah negara. Pada kondisi ini, Indonesia mesti mengakui kualitas pelayanan yang lebih b

Motivasi: Alert!

www.pulsk.com Aku baru menyadari, tipeku adalah pengajar yang suka memotivasi mereka yang diajar. Setiap pagi saat menemani para santri belajar bahasa inggris, aku tidak pernah lupa untuk menyemangati. Aku membantu mendorong dan memberikan pandangan yang sekiranya membuat mereka bersemangat untuk mempelajari bahasa Inggris. Dengan begitu, mereka akan bisa sukses dalam belajar, menurutku pastinya. Terlepas dari kelebihannya, peran seperti ini menurutku menyimpan beberapa masalah yang mesti diwaspadai. Pertama, motivasi adalah soal ujaran, sementara yang paling penting dalam hidup adalah tindakan. Motivasi tanpa tindakan adalah omong kosong. Nihil. Sementara, hidup tanpa tindakan yang baik dan berguna adalah bencana. Kita, sebagai manusia, cenderung sering tidak waspada dan lambat untuk belajar dari pengalaman di masa lampau. Contohnya, kita menyadari betapa pencemaran alam adalah hasil dari perbuatan kita yang ceroboh dan serakah men

Sore Hujan

Rintik-rintik melirik Tajamkan sukmaku, melayang Lihat, hujan sore ini menelantarkan sesirat Sedang kidung hidup terus menerka-nerka Apa gerangan terjadi? Masihkah sesuluhmu menjadi harap? Sedang derap waktu senantiasa lesu O, ia masih merintiki sore ini Seolah kesumat lampauan tahun menyerukannya Ya.. Sudah lampauan tahun Bumi tengadah menerjang lara Langit merintih keringkan asa Sore yang hujan Sayap-sayap pepohonan kembali merekah Aduhai, biarkan hijaumu menemani mataku Mengeja hari mengais-ngais rindu Sukma mendesah Hati merendah Telingaku menangkap dendang Kepalaku berputar riang (15 September 2009 pukul 16:13, Menyambut hujan perdana di Jombang)